Kamis, 12 November 2015

Kesabaranku ada Batasnya! Ah masa iya?

Iman kita agaknya bukan bongkah batu karang yang tegak kokoh, 
Dia hidup bagai cabang menjulang dan dedaun rimbun,
Selalu tumbuh dan menuntut akarnya menggali kian dalam,
Juga merindukan cahaya mentari, embun, dan udara pagi,

Apa hubungannya iman dengan sabar? ah.. sepertinya tidak nyambung judul dengan isinya. Tapi saya akan usahakan untuk menjelaskan bahwa ternyata dibalik kesabaran ada iman yang menjadi penentuan. Mampukah ia menjaga kesabarannya, atau justru malah berkata "kesabaranku ada batasnya!".

Berbicara tentang iman. Digambarkan di atas bahwa iman bagaikan sebuah pohon, dengan akarnya yang teguh, kita bergayut memelukkan keyakinan. Hunjamannya yang dalam menjadi pongokoh pijakan kaki. Kita berharap tak terusik dilanda badai. Kita tak ingin hanyut, tak hendak luruh dipukul ribut. Ah, indah sekali gambaran iman itu. Kita akan sama-sama melihat kisah dari keimanan orang-orang terdahulu yang nanti akan coba saya sampaikan, semoga kiranya diri ini dapat tertampar dan bertaubat atas kekhilafan-kekhilafan yang sering saya ataupun kita lakukan. 

Kembali mengutip mutiara-mutiara dari buku-buku keren. Kali ini ingin sekali mengulas tentang kalimat "Sabar" dengan mengutip dari tiga buku yang menurut saya sangat keren untuk hari ini. Syair di atas saya kutip dari buku "Dalam Dekapan Ukhuwah" (Salim A. Fillah), dan dua buku lagi yang nanti akan saya sampaikan di pertengahan pembahasan. 

Oke, kita ke topik pembahasan. Semasa sekolah dulu, tepatnya tingkat Sekolah Dasar. Kita telah difahamkan makna dari kata Iman, yaitu terdiri dari tiga kata: diucapkan dengan lisan yakni senantiasa sesuai dengan isi hatinya yang suci dengan penuh kebanggaan iman dan berangkat dari semangat  isyhadu biannaa muslimin; dibenarkan oleh hati yakni sikap yakin dan menerima tanpa rasa berat atau ada pilihan lain atas sesuatu yang didatangkan oleh Allah SWT; dan dilakukan dengan perbuatan yakni perbuatan dengan hati yang ikhlas dan paham akan maksud syariat Allah SWT sehingga menunjukkan sikap mental dan moral Islami yang dapat dijadikan teladan. Ketiga perkara itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, tidak bisa kita pilih salah satu di antaranya. 

Di dalam buku "Tarbiyah Islamiyah" disampaikan bahwa seseorang yang mengaku muslim tetapi tidak membenarkan ajaran Allah SWT di dalam hatinya, apalagi membencinya, ia termasuk munafik i'tiqadi, yang dilaknat meskipun mengamalkan sebagian ajaran Islam. Kemudian jika ia meyakini kebenaran ajaran Islam dan menyatakan Syahadatnya dengan lisan tapi tidak mau mengamalkannya dalam kehidupan, ia adalah munafiq 'amali. Adanya sifat itu dapat terjadi pada seorang muslim karena terbiasa berdusta, menyalahi janji, atau berkhianat. 

Teringat dengan firman Allah SWT dalam surah Al Ankabut: 2-3 yang artinya:
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta".

Jadi meskipun kita terus mengatakan bahwa "saya telah beriman", maka Allah SWT akan terus menguji keimanan kita. So jika kita merasa kok Allah selalu memberikan kita ujian terus ya, itu tandanya bahwa Allah ingin menaikkan derajat kita, jika kita lulus menghadapi ujian tersebut tanpa keluhan, dan meyakini bahwa Allah selalu ada untuknya dan meyakini bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Itulah keimanan yang akhirnya membuahkan kesabaran dalam menghadapi semua ujian dari Allah SWT. 

Mau tahu lagi nih pembuktian bahwa Allah akan terus menguji orang-orang beriman? nah ini akan saya cantumkan lagi sebuah surat cinta dari Allah dalam surah Al Baqarah: 155 yang artinya.
"Sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu berupa sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira kepada orang yang sabar"

Nah ada lagi nih surah, dimana Allah benar-benar sangat sayang kepada hambaNya yang beriman:
"Hai orang yang beriman! Bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu..." (QS. Ali Imran: 200)
"......Sesungguhnya Allah beserta orang yang sabar". (QS. Al Baqarah: 153)

Inilah keutamaan orang-orang yang beriman, ia meyakini bahwa Allah selalu bersamanya, merasakan kehadirannya, dan percaya bahwa Allah memberikan cobaan kepadanya karena Allah sangat menyayanginya, bukan sebaliknya. 

Baik seperti janji saya sebelumnya, saya akan mengajak kawan-kawan menyelami kisah dari orang-orang yang begitu menginspirasi karena keimanan mereka. Saya mengutip kisah ini dari sebuah buku yang keren yaitu buku "Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim".

"yaa Bilaal, Arihna Bish Shalaah.. Wahai Bilal, istirahatkan kami dengan shalat?"

Saya sependapat dengan kang Salim A. Fillah, teruntuk saya yang sangat jauh dari menghayati ibadah, kalimat di atas ini menjadi sangat janggal. Bagaimana tidak, sementara shalat adalah beban yang begitu berat. Mana bisa shalat menjadi sebuah istirahat. Di fikiran saya, kata istirahat itu seperti tidur, jalan-jalan, menonton, mendengarkan musik, membaca novel, menggambar, makan-makan, ah banyak lah, pokoknya hal-hal yang menyenangkan lah. Tapi bagaimana bisa para sahabat Nabi menyatakan bahwa shalat adalah istirahat?Kemudian kang Salim menambahkan bahwa wajar saja shalat dianggap istirahat, melihat aktivitas Rasulullah dan para sahabat di luar shalat. Bagaimana tidak, sementara waktu mereka diisi sepenuh bakti "bukan hanya hati" untuk kerja-kerja besar yang bernilai dunia dan akhirat. Di sana mereka bertemu dengan aneka beban berat, halang rintang yang silih berganti, dan kesulitan yang menguras energi raga dan jiwa. Maka Allah yang Pengasih memanggil mereka dengan kewelasan dan rahmat, memberikan istirahat dalam kesejukan perjumpaan. MasyaAllah.. sebuah perjumpaan dengan sumber mata air yang begitu jernih, sejuk, dan sangat manis. Kita ini bak setetes air yang sangat butuh sumbernya untuk menambah dan mengambil kekuatan.

"Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar" (QS. Al Baqarah: 153)

Shalat, kata Sayyid Quthb dalam Fi Zhilaalil Quran, digandengkan sabar karena perpaduan ini merupakan mata air yang tak pernah kering dan bekal yang tak pernah habis. Mata air yang memperbaharui tenaga, dan bekal yang membekali hati, sehingga tali kesabaran semakin panjang dan tidak mudah putus. Di samping kesabaran ditambahkan pula ridha, suka cita, tenang, percaya dan yakin.

Kisah selanjutnya ialah tentang seorang ibunda yang begitu sangat menginspirasi saya akan perjuangannya, keyakinannya terhadap Rabbnya, dan kesabarannya dalam menghadapi ujian yang diberikan oleh Rabbnya yaitu ibunda Siti Hajar, istri dari Nabi Ibrahim dan ibunda dari Nabi Ismail, kisah ini saya kutip dari buku "Dalam Dekapan Ukhuwah".

Ibunda Hajar dan bayinya Ismail di tinggalkan oleh Nabi Ibrahim di sebuah lembah padang pasir yang begitu gersang dan membakar. Kenapa? Alasannya hanya satu, yaitu ini adalah perintah Allah SWT. Adakah ia mengeluh? Tidak!! Bayangkan, saat itu di sana tidak ada pepohonan tempat bernaung, tidak ada terlihat air untuk menyambung hidup, tidak ada insan untuk berbagi kesah, kecuali bayinya sendiri Ismail yang kemudian menangis begitu keras karena lapar dan kehausan. Adakah ibunda Hajar mengeluh akan perintah Allah? Tidak!! Maka Ibunda Hajar pun berlari, mencoba mengais jejak air untuk sang putra semata wayangnya. Ada dua bukit di sana, dan dari ujung ke ujung coba ditelisiknya dengan seksama. Tak ada, sama sekali tak ada tanda. Akankah Ibunda hajar menyerah? Tidak!! Dia terus mencari, berlari, bolak balik selama 7 kali. Mungkin dia tahu, tak pernah ada air di situ. Dia hanya ingin menunjukkan kesungguhannya kepada Allah. Sebagaimana telah ia yakinkan sang suami "Jika ini perintah Allah, Dia tak akan pernah menyia-nyiakan kami!"

Maka keajaiban memancar. Zam-zam!! Air itu muncul dari kaki Ismail yang masih bayi, yang menangis, yang haus, yang menjejak-jejak. Dan Hajar pun takjub dengan keajaiban yang datang. Begitulah kejaiban datang, terkadang tak terletak dalam ikhtiar-ikhtiar kita, malah justru dari jalan yang tidak diduga-duga.

Mari belajar pada Ibunda Hajar bahwa makna kesabaran, keyakinan, dan kerja keras itulah menunjukkan kesungguhan kita kepada Allah.

Maka pantaskah kita menyebutkan kembali bahwa "kesabaranku ada batasnya"? Astaghfirullah.. ternyata iman kita masih compang camping. Saat kita sebut Ia Penguasa Pembalasan, menitik air mata mengingat dosa, mengenangkan hari-hari yang terisi kesia-siaan. Bukankah malaikatNya merekam amal kita sejak baligh sampai mati, lalu nanti Ia sajikan tayangannya di sana membuat kita malu hati, sampai-sampai tenggelam dalam keringat kita sendiri. Hanya kepada Nya sembah dan permohonan. Namun kita sering lalai, kita sering menggantungkan diri kepada Makhluk Nya yang tiada daya membantu kita. Bersujudlah dan memohon ampunan kepada Allah. Wallahu a'lam. Kepada Allah saya yang fakir ini memohon ampun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar