Minggu, 13 Desember 2015

Peran Muslimah dalam Membangun Peradaban Dunia (1)

Ialah Sayyidah Quraisy Ath-Thahirah, Khadijah Binti Khuwailid, perempuan yang mampu menenangkan Rasulullah SWT, suaminya, dengan nasihat, "Jangan takut, demi Allah, Tuhan tidak akan membinasakan engkau. Engkau selalu menyambung tali silaturahim, membantu orang yang sengsara, mengusahakan keperluan orang lain, memuliakan tamu, dan menolong orang yang kesusahan karena menegakkan kebenaran". 

Sejak saat itulah sejarah dakwah pertama kali dimulai dan hayatilah bahwa ia ditulis dengan adanya peran perempuan. Wanita-wanita pada zaman Nabi termasuk istrinya sangat berperan dalam membantu perjuangan dakwah Rasul yaitu menegakkan agama Islam. Maka selaku muslimah yang sangat merindukan kejayaan Islam harusnya meneladani mereka dengan memiliki semangat juang yang tinggi dalam mengemban amanat dan tanggungjawab. 

Baiklah untuk kutipan mutiara hari ini akan saya ambil dari buku "Menyongsong Mihwar Daulah" pada Bab: Peran Akhwat Muslimah dalam Dakwah. Dalam pembahasan kali ini, saya akan mengulas peran-peran akhwat muslimah pada zaman Keemasan Islam dan dalam Gerakan Dakwah Modern sekarang ini. 

Jika kita melihat di zaman kenabian, peran akhwat muslimah telah ditemukan sejak periode pertama di Mekkah, saat berada dalam fase siriyah total, yaitu dakwah secara tersembunyi. Munir Muhammad Al-Ghadban yang saya kutip dari buku "Menyongsong Mihwar Daulah " menjelaskan peranan akhwat muslimah pada periode siriyah sebagai berikut:
seperempat dari masyarakat Islam periode siriyah terdiri dari kaum perempuan. Sebagian besar dari para pemuda yang sudah berkeluarga, istri-istri mereka juga masuk Islam. Kaum perempuan hidup di periode siriyah tanpa diketahui keislamannya oleh masyarakat di luar Islam. kita harus memberikan perhatian kepada peranan kaum perempuan dalam perjalanan dakwah sebagaimana mestinya, baik sebagai saudara, istri atau ibu yang mendampingi kaum lelaki. 

Tampak adanya sentuhan khusus yang Allah berikan kepada para akhwat Muslimah dalam pelaksanaan dakwah dalam konteks kebersamaan dengan kaum muslimin. Keterlibatan para akhwat muslimah ada dalam seluruh mihwar dakwah, bukan hanya dalam satu mihwar tertentu. Jika kita perhatikan dari nash-nash Al Qur'an dan As Sunnah, tampaklah sebuah keteraturan sebuah sunnah keseimbangan yang Allah tampakkan lewat penciptaan laki-laki dan perempuan. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dari asal yang satu, sebagaima Allah berfirman:
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan istri-istrinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak..." (An Nisa: 1)

dan tanggungjawab kemanusiaan mereka sama di hadapan Allah, tak ada pembedaan lantaran potensi keperempuanan dan kelelakian. 
"Adapun orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain" (At Taubah: 72)

mereka saling tolong menolong, saling melengkapi, sehingga terjaga keseimbangan peran di muka bumi ini. Balasan bagi mereka juga sama:
"Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia beriman maka mereka itu masuk surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit" (An Nisa: 124)

dihadapan Allah Ta'ala, perempuan dan laki-laki memiliki derajat yang sama, pembedaannya hanya terletak pada kualitas takwa masing-masing. Maka tak layak bagi setiap individu untuk memiliki persepsi negatif terhadap pihak lainnya.
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagian yang mereka usahakan dan bagi perempuan juga ada bagian dari apa yang mereka usahakan" (An Nisa: 32).

Demikianlah pemahaman dasar tentang realitas laki-laki dan perempuan. Mereka memiliki nilai kemanusiaan dan tanggungjawab yang sama, sekalipun ada beberapa perbedaan dalam beban tasyri'.

Seperti janji saya sebelumnya, saya akan mengulas tentang peran akhwat muslimah d zaman Keemasan Islam dan dalam Gerakan Dakwah Modern sekang ini, denga tetap mengutip mutiara-mutiara tersebut dari buku keren versi hari ini menurut saya, hehe "Menyongsong Mihwar Daulah".

Peran Akhwat Muslimah di Zaman Keemasan Islam
Sampai hari ini rujukan yang paling sangat kuat untuk memahami peranan akhwat muslimah dalam dakwah adalah pada zaman kenabian. Para akhwat muslimah yakni para shahabiyah Nabi memiliki peran yang sangat besar dalam berbagai aktivitas publik, termasuk dinamika dakwah dan jihad. Mereka tidak hanya berada dalam rumah untuk melakukan aktivitas domestik, namun terlibat pula dalam ranah publik. Bukan hanya peran dibelakang layar, namun dijumpai juga peran di depan layar. hmmmm... sangat menginspirasi, inilah yang telah mereka lakukan di zaman keemasan Islam:
1. Mengadu kepada Nabi SAW
    Dialah Habibah binti Sahl, istri Tsabit bin Qais, dari beliau lah kita menjadi tahu seberapa jauh keterlibatan dan hak-hak sosial perempuan. Jadi ceritanya, pada saat itu perempuan lebih banyak berdiam diri di rumah, kendatipun mereka punya keterlibatan sosial dan politik. Maka, orang tualah yang aktif mencarikan jodoh bagi anak perempuan mereka. Habibah hanyalah salah satu contoh saja dari peristiwa tersebut. Bisa jadi bahwa peristiwa sebagaimana yang dialami oleh Habibah binti Sahl hanyalah satu contoh saja yang terungkap dalam lembaran sunnah.
    Kisahnya bermula dari proses pernikahan Habibah yang dijodohkan oleh orangtuanya. Permasalahannya adalah, apakah ketika mengalami peristiwa "ketidaknyamanan" seperti Habibah, seluruh perempuan muslimah shahabiyah pada waktu itu berani menyampaikan aduan kepada Rasulullah? Atau, ketika ketidakcocokan dengan suami pilihan ayahnya terjadi, apakah semua muslimah cenderung memilih sikap untuk berpisah dengan suami, ataukah lebih bersikap diam "mengalah" dengan memaksakan diri berada dalam situasi seperti itu pada awalnya, untuk kemudian berharap akan bisa muncul sikap penerimaan yang baik terhadap realitas suaminya?
    Sebenarnya, Habibah belum pernah sama sekali melihat suaminya sampai saat malam pertama datang, karena Ia  dan sebagaimana perempuan di zamannya, sedemikian percaya kepada orang tua, sampai dalam masalah perjodohan. Dan pada malam itu, tak terpikir olehnya bahwa orang tuanya akan tega memilihkan suami seperti Stabit.
   Ia mengungkapkan kekecewaannya secara langsung kepada Rasulullah SAW. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa istri Tsabit bin Qais telah datang kepada Rasulullah dan berkata: " Ya Rasulullah, aku tidak mencela akhlak maupun agama suamiku. Tetapi aku tidak menyukai kekufuran dalam Islam". Rasulullah bertanya "maukah engkau serahkan kembali kebun pemberian suamimu?" Ia menjawab "Ya". Maka Rasulullah bersabda, "Terimalah kebun itu (hai Stabit) dan jatuhkan talak satu kepadanya." (HR. Bukhari dan Nasa'i) Ini adalah kisah kejadian khuluk pertama kali dalam sepanjang perjalanan sejarah Islam. 
   Kisah khulu' di atas, hingga Habibah dikabulkan permohonan cerainya, bukan karena perangai Stabit yang buruk, bukan karena kekerasan dalam rumah tangga. Tak ada indikasi perbuatan zalim Tsabit dalam kisah di atas. Yang ada adalah ketidakcocokan Habibah terhadap bentuk fisik Tsabit yang digambarkan sebagai "sangat hitam kulitnya, sangat pendek tubuhnya, dan sangat  buruk wajahnya". Kekhawatiran Habibah adalah perasaan tidak bisa menerima tersebut berkembang menjadi pembangkangan terhadap suami, sehingga bernilai kekufuran. 
  Seandainya pernikahan dengan model Habibah tersebut bertentangan dengan syariat Islam, tentulah Nabi telah melarangnya. Jadi, model pernikahan seperti itu pun, dimana pihak perempuan sama sekali belum bertemu dan melihat dengan pihak laki sebelum akad, bisa diterima syariat, kendati Islam telah memberikan anjuran untuk bertemunya laki-laki dan perempuan sebelum pernikahan terjadi. Jadi ukhti, sebelum akad harus ta'aruf dulu yaa, sesuai dengan syariat Islam :)
   Jadi dari segi politik, Habibah telah memberi contoh salah satu perilaku musyarakah siyasiyyah, yaitu mengadu kepada kepala negara atas perasaan ketidaknyamanan yang dialaminya. Ia bukan sedang mengkhianati suami atau ayahnya, justru yang ia lakukan adalah sebuah cara "belajar mandiri" menemukan jati dirinya sebagai perempuan merdeka.
2. Menimba Ilmu dari Nabi SAW
    Para akhwat shahabiyah Nabi terbiasa menghadiri majelis ilmu Nabi bersama kaum laki-laki. Mereka juga terbiasa bertanya tentang berbagai urusan, bahkan sampai hal yang sangat khusus bagi perempuan. Bayangkan ukhti, pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya khusus bagi perempuan tidak membuat mereka merasa terhalang oleh rasa malu untuk menyampaikannya kepada Rasulullah yang notabane nya seorang laki-laki. Itu karena mereka bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu.
   Bahkan para akhwat shahabiyah minta diprioritaskan oleh Nabi atas kaum laki-laki. Mereka minta agar Rasul menyediakan hari khusus untuk para shahabiyah. "Ya Rasulullah, kaum laki-laki telah mempelajari berbagai ilmu darimu. sudikah engkau menyisihkan waktu satu hari untuk kami? Di hari itu kami akan datang kepadamu agar engaku mengajari kami tentang apa yang telah Allah ajarkan kepadamu.'
   Beliau menjawab ' Tentukanlah hari dan tempatnya. Aku akan memenuhi permintaan kalian." Setelah itu, para shahabiyah berkumpul pada hari yang ditentukan. beliau datang dan mengajari mereka tentang apa yang telah diajarkan Allah kepadanya (HR Bukhari)
    Dari kisah di atas tampaklah bahwa para shahabiyah terbiasa menimba ilmu secara rutin kepada Nabi, baik secara bersama dengan kaum laki-laki maupun dengan hanya perempuan
    Ada pula kegiatan menuntut ilmu yang dilakukan secara perseorangan. Misalnya Asma' binti Syakl. Asma' pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai tata cara mandi seusai haidh dan mandi janabat. Hingga Aisyah berkata, " Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak terhalang oleh rasa malu ketika mendalami masalah agama (HR. Muslim).

Bersambung......! :D

Kamis, 12 November 2015

Kesabaranku ada Batasnya! Ah masa iya?

Iman kita agaknya bukan bongkah batu karang yang tegak kokoh, 
Dia hidup bagai cabang menjulang dan dedaun rimbun,
Selalu tumbuh dan menuntut akarnya menggali kian dalam,
Juga merindukan cahaya mentari, embun, dan udara pagi,

Apa hubungannya iman dengan sabar? ah.. sepertinya tidak nyambung judul dengan isinya. Tapi saya akan usahakan untuk menjelaskan bahwa ternyata dibalik kesabaran ada iman yang menjadi penentuan. Mampukah ia menjaga kesabarannya, atau justru malah berkata "kesabaranku ada batasnya!".

Berbicara tentang iman. Digambarkan di atas bahwa iman bagaikan sebuah pohon, dengan akarnya yang teguh, kita bergayut memelukkan keyakinan. Hunjamannya yang dalam menjadi pongokoh pijakan kaki. Kita berharap tak terusik dilanda badai. Kita tak ingin hanyut, tak hendak luruh dipukul ribut. Ah, indah sekali gambaran iman itu. Kita akan sama-sama melihat kisah dari keimanan orang-orang terdahulu yang nanti akan coba saya sampaikan, semoga kiranya diri ini dapat tertampar dan bertaubat atas kekhilafan-kekhilafan yang sering saya ataupun kita lakukan. 

Kembali mengutip mutiara-mutiara dari buku-buku keren. Kali ini ingin sekali mengulas tentang kalimat "Sabar" dengan mengutip dari tiga buku yang menurut saya sangat keren untuk hari ini. Syair di atas saya kutip dari buku "Dalam Dekapan Ukhuwah" (Salim A. Fillah), dan dua buku lagi yang nanti akan saya sampaikan di pertengahan pembahasan. 

Oke, kita ke topik pembahasan. Semasa sekolah dulu, tepatnya tingkat Sekolah Dasar. Kita telah difahamkan makna dari kata Iman, yaitu terdiri dari tiga kata: diucapkan dengan lisan yakni senantiasa sesuai dengan isi hatinya yang suci dengan penuh kebanggaan iman dan berangkat dari semangat  isyhadu biannaa muslimin; dibenarkan oleh hati yakni sikap yakin dan menerima tanpa rasa berat atau ada pilihan lain atas sesuatu yang didatangkan oleh Allah SWT; dan dilakukan dengan perbuatan yakni perbuatan dengan hati yang ikhlas dan paham akan maksud syariat Allah SWT sehingga menunjukkan sikap mental dan moral Islami yang dapat dijadikan teladan. Ketiga perkara itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya, tidak bisa kita pilih salah satu di antaranya. 

Di dalam buku "Tarbiyah Islamiyah" disampaikan bahwa seseorang yang mengaku muslim tetapi tidak membenarkan ajaran Allah SWT di dalam hatinya, apalagi membencinya, ia termasuk munafik i'tiqadi, yang dilaknat meskipun mengamalkan sebagian ajaran Islam. Kemudian jika ia meyakini kebenaran ajaran Islam dan menyatakan Syahadatnya dengan lisan tapi tidak mau mengamalkannya dalam kehidupan, ia adalah munafiq 'amali. Adanya sifat itu dapat terjadi pada seorang muslim karena terbiasa berdusta, menyalahi janji, atau berkhianat. 

Teringat dengan firman Allah SWT dalam surah Al Ankabut: 2-3 yang artinya:
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 'Kami telah beriman', sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta".

Jadi meskipun kita terus mengatakan bahwa "saya telah beriman", maka Allah SWT akan terus menguji keimanan kita. So jika kita merasa kok Allah selalu memberikan kita ujian terus ya, itu tandanya bahwa Allah ingin menaikkan derajat kita, jika kita lulus menghadapi ujian tersebut tanpa keluhan, dan meyakini bahwa Allah selalu ada untuknya dan meyakini bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Itulah keimanan yang akhirnya membuahkan kesabaran dalam menghadapi semua ujian dari Allah SWT. 

Mau tahu lagi nih pembuktian bahwa Allah akan terus menguji orang-orang beriman? nah ini akan saya cantumkan lagi sebuah surat cinta dari Allah dalam surah Al Baqarah: 155 yang artinya.
"Sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu berupa sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Berikanlah berita gembira kepada orang yang sabar"

Nah ada lagi nih surah, dimana Allah benar-benar sangat sayang kepada hambaNya yang beriman:
"Hai orang yang beriman! Bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu..." (QS. Ali Imran: 200)
"......Sesungguhnya Allah beserta orang yang sabar". (QS. Al Baqarah: 153)

Inilah keutamaan orang-orang yang beriman, ia meyakini bahwa Allah selalu bersamanya, merasakan kehadirannya, dan percaya bahwa Allah memberikan cobaan kepadanya karena Allah sangat menyayanginya, bukan sebaliknya. 

Baik seperti janji saya sebelumnya, saya akan mengajak kawan-kawan menyelami kisah dari orang-orang yang begitu menginspirasi karena keimanan mereka. Saya mengutip kisah ini dari sebuah buku yang keren yaitu buku "Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim".

"yaa Bilaal, Arihna Bish Shalaah.. Wahai Bilal, istirahatkan kami dengan shalat?"

Saya sependapat dengan kang Salim A. Fillah, teruntuk saya yang sangat jauh dari menghayati ibadah, kalimat di atas ini menjadi sangat janggal. Bagaimana tidak, sementara shalat adalah beban yang begitu berat. Mana bisa shalat menjadi sebuah istirahat. Di fikiran saya, kata istirahat itu seperti tidur, jalan-jalan, menonton, mendengarkan musik, membaca novel, menggambar, makan-makan, ah banyak lah, pokoknya hal-hal yang menyenangkan lah. Tapi bagaimana bisa para sahabat Nabi menyatakan bahwa shalat adalah istirahat?Kemudian kang Salim menambahkan bahwa wajar saja shalat dianggap istirahat, melihat aktivitas Rasulullah dan para sahabat di luar shalat. Bagaimana tidak, sementara waktu mereka diisi sepenuh bakti "bukan hanya hati" untuk kerja-kerja besar yang bernilai dunia dan akhirat. Di sana mereka bertemu dengan aneka beban berat, halang rintang yang silih berganti, dan kesulitan yang menguras energi raga dan jiwa. Maka Allah yang Pengasih memanggil mereka dengan kewelasan dan rahmat, memberikan istirahat dalam kesejukan perjumpaan. MasyaAllah.. sebuah perjumpaan dengan sumber mata air yang begitu jernih, sejuk, dan sangat manis. Kita ini bak setetes air yang sangat butuh sumbernya untuk menambah dan mengambil kekuatan.

"Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar" (QS. Al Baqarah: 153)

Shalat, kata Sayyid Quthb dalam Fi Zhilaalil Quran, digandengkan sabar karena perpaduan ini merupakan mata air yang tak pernah kering dan bekal yang tak pernah habis. Mata air yang memperbaharui tenaga, dan bekal yang membekali hati, sehingga tali kesabaran semakin panjang dan tidak mudah putus. Di samping kesabaran ditambahkan pula ridha, suka cita, tenang, percaya dan yakin.

Kisah selanjutnya ialah tentang seorang ibunda yang begitu sangat menginspirasi saya akan perjuangannya, keyakinannya terhadap Rabbnya, dan kesabarannya dalam menghadapi ujian yang diberikan oleh Rabbnya yaitu ibunda Siti Hajar, istri dari Nabi Ibrahim dan ibunda dari Nabi Ismail, kisah ini saya kutip dari buku "Dalam Dekapan Ukhuwah".

Ibunda Hajar dan bayinya Ismail di tinggalkan oleh Nabi Ibrahim di sebuah lembah padang pasir yang begitu gersang dan membakar. Kenapa? Alasannya hanya satu, yaitu ini adalah perintah Allah SWT. Adakah ia mengeluh? Tidak!! Bayangkan, saat itu di sana tidak ada pepohonan tempat bernaung, tidak ada terlihat air untuk menyambung hidup, tidak ada insan untuk berbagi kesah, kecuali bayinya sendiri Ismail yang kemudian menangis begitu keras karena lapar dan kehausan. Adakah ibunda Hajar mengeluh akan perintah Allah? Tidak!! Maka Ibunda Hajar pun berlari, mencoba mengais jejak air untuk sang putra semata wayangnya. Ada dua bukit di sana, dan dari ujung ke ujung coba ditelisiknya dengan seksama. Tak ada, sama sekali tak ada tanda. Akankah Ibunda hajar menyerah? Tidak!! Dia terus mencari, berlari, bolak balik selama 7 kali. Mungkin dia tahu, tak pernah ada air di situ. Dia hanya ingin menunjukkan kesungguhannya kepada Allah. Sebagaimana telah ia yakinkan sang suami "Jika ini perintah Allah, Dia tak akan pernah menyia-nyiakan kami!"

Maka keajaiban memancar. Zam-zam!! Air itu muncul dari kaki Ismail yang masih bayi, yang menangis, yang haus, yang menjejak-jejak. Dan Hajar pun takjub dengan keajaiban yang datang. Begitulah kejaiban datang, terkadang tak terletak dalam ikhtiar-ikhtiar kita, malah justru dari jalan yang tidak diduga-duga.

Mari belajar pada Ibunda Hajar bahwa makna kesabaran, keyakinan, dan kerja keras itulah menunjukkan kesungguhan kita kepada Allah.

Maka pantaskah kita menyebutkan kembali bahwa "kesabaranku ada batasnya"? Astaghfirullah.. ternyata iman kita masih compang camping. Saat kita sebut Ia Penguasa Pembalasan, menitik air mata mengingat dosa, mengenangkan hari-hari yang terisi kesia-siaan. Bukankah malaikatNya merekam amal kita sejak baligh sampai mati, lalu nanti Ia sajikan tayangannya di sana membuat kita malu hati, sampai-sampai tenggelam dalam keringat kita sendiri. Hanya kepada Nya sembah dan permohonan. Namun kita sering lalai, kita sering menggantungkan diri kepada Makhluk Nya yang tiada daya membantu kita. Bersujudlah dan memohon ampunan kepada Allah. Wallahu a'lam. Kepada Allah saya yang fakir ini memohon ampun.

Selasa, 10 November 2015

Aku bangga menjadi Muslimah! (1)


Pada tahun 1500 M, Eropa menyaksikan kebiadaban yang sangat tidak berperikemanusiaan terhadap perempuan. Sebanyak sembilan juta perempuan dibakar hidup-hidup oleh sebuah Dewan Khusus, yang sebelumnya mengadakan pertemuan di Roma, Italia, dengan sebuah kesimpulan bahwa "kaum perempuan tidak mempunyai jiwa". Kemudian di Yunani, Lembaga Filsafat dan Ilmu Pengetahuan memandang perempuan secara tirani dan tidak memberinya kedudukan berarti di masyarakat. Mereka menganggap bahwa wanita sangat rendah. 

Sampai beberapa abad kemudian perempuan tetap menjadi objek penderitaan dan di anggap sebagai sumber besar dari kekacauan dan perpecahan dunia. Bangsa Yunani dan Romawi berkeyakinan bahwa perempuan itu pikirannya lemah dan pendapatnya emosional. Karena itu mereka meremehkan dan bahkan tidak menerima pendapat perempuan.

Itulah sepenggal kalimat yang saya ambil dari pembuka buku "Keakhwatan 1", sangat mengiris hati dan seakan alam bawah sadarku mengantarkanku ke zaman kepedihan itu, merasakan penderitaan yang tiada habisnya seakan menganggap semua ini tidak adil. eitss... jangan sedih yah akhwat-akhwat, tenang.. karena kita sudah di angkat kemuliaannya oleh Sang Rahiim di bawah panji agama yang mulia "Islam". 

Untuk malam ini, kutipan mutiara yang akan saya tuliskan di blog ini ialah dari sebuah buku yang sudah saya sebutkan di atas, yaitu Keakhwatan 1. hehe lagi-lagi saya akan mengutip mutiara-mutiara itu dari buku-buku yang keren. Selagi hobby saya belum berubah yaitu membaca, dan kini hobby menulis yang sempat saya hentikan selama 4 tahun, kini mulai saya tekuni. Cuma enggak sampai profesional banget lah, hanya suka prosesnya saja. ah,, sudah deh.. gagal fokus. ayok kita balik ke pembahasan. 

Begitunya banyaknya penderitaan dan penyiksaan yang pernah di alami oleh perempuan-perempuan terdahulu, Islam lah yang kemudian datang untuk mengubah berbagai persepsi dan perlakuan yang sangat tidak adil terhadap kaum perempuan. Islam datang untuk melakukan pemberdayaan terhadap potensi kebaikan manusia, laki-laki maupun perempuan, agar mereka menjadi hamba yang menaati Tuhannya. Kejahiliyahan telah dihapuskan dengan cahaya Islam, lewat sentuhan tarbiyah islamiyah yang dilaksanakan oleh Nabi kepada umatnya. Di sisi Nabi, Kaum perempuan amat dimuliakan. 

Mereka mendapatkan tarbiyah dari Nabi SAW, dengan diarahkan menuju kepada posisi dan peran yang adil antara laki-laki dan perempuan, Namun, kita harus memahami maksud kata adil disini seperti apa. Bukan berarti ketika laki-laki boleh seharian bekerja di luar untuk mencari nafkah, maka perempuan pun juga harus sama seperti itu. ooo tidak!! Sebelumnya kita harus fahami dulu makna dari kata adil itu seperti apa. Adil asal kata nya dari bahasa arab yaitu ‘adala, alih bahasa nya adalah lurus. Secara istilah berarti menempatkan sesuatu pada tempat/aturan nya, lawan katanya adalah zalim/aniyaya (meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya). Perempuan itu apalagi seorang istri banyak looh tugasnya, melayani suami, mengurusi rumah tangga, mendidik anak-anak, bahkan mengurusi dirinya sendiri adalah juga merupakan kewajibannya, seperti menjaga kecantikan, menjaga kesehatan tubuh, menjaga kebersihan, selalu memenuhi kewajiban akalnya (selalu menambah wawasan dan menghasilkan karya), dan memenuhi kewajiban ruhiyahnya. Jadi perempuan tidak boleh bekerja? boleh-boleh saja, asalkan kewajiban utamanya sebagai seorang perempuan tidak terbengkalai. Ingat! mencari nafkah adalah kewajiban laki-laki/suami. 

Tarbiyah telah mencerahkan kaum perempuan, sehingga mereka mendapatkan kesetaraan dalam harkat kemanusiaan dan potensi kebaikan. Kegiatan tarbiyah merupakan sebuah proses yang bermaksud menghantarkan pelakunya menuju kepada "kesempurnaan" dalam batas kemanusiaan, yaitu usaha-usaha perbaikan diri dan umat untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Karena di tarbiyah inilah kita terus menambah pemahaman/wawasan terhadap Islam. Para akhwat muslimah adalah bagian dari masyarakat, sebagaimana juga laki-laki, yang harus dipersiapkan segala peran kebaikannya dalam sebuah proses tarbiyah.

Di bawah ini ada beberapa urgensi, mengapa kegiatan tarbiyah bagi akhwat Muslimah di era sekarang ini diperlukan:

Penanaman dan Penjagaan Iman Menghajatkan Kerja yang Serius
Berbagai tawaran kegiatan yang berorientasi kepada pemenuhan nafsu syahwat telah dengan terang-terangan dipromosikan lewat media massa, baik cetak maupun elektronik. Orientasi hidup serbamateri yang ditonjolkan lewat media iklan, pada akhirnya telah menggiring manusia kepada sifat keinginan pemenuhan kebutuhan secara instan, tanpa mempertimbangkan moralitas.

Penanaman nilai-nilai keimanan yang dilakukan dengan cara-cara yang konvensional selama ini bisa terkalahkan pengaruhnya oleh derasnya arus informasi yang secara konsisten menyapa mereka. Banyak kita jumpai pengajian yang lebih sarat unsur seremonial dan formalitas, bahkan kadang lebih banyak nuansa hiburannya dibandingkan dengan esensi pembinaan yang bertahap dan berkelanjutan. Kegiatan tersebut bukan berarti salah atau tidak bermanfaat, sebab hal itu adalah sentuhan awal untuk bisa berinteraksi dengan Islam. Kegiatan untuk sentuhan awal dengan Islam yang penuh nuansa hiburan tersebut bisa tetap dilangsungkan, akan tetapi segera ditindaklanjuti dengan penawaran kegiatan tarbiyah, yang akan membawa masyarakat menuju kepada penanaman dan penjagaan nilai keimanan secara terprogram.

Dengan sentuhan tarbiyah itulah, sentuhan pembinaan keislaman akan bersifat sangat personal, ada perhatian, ada pengarahan, ada optimalisasi potensi diri, ada evaluasi atau proses dan hasil.

Amal Islami Menuntut Kerjasama antarpersonal Daiyah
Kaum muslimin dan muslimat dituntut oleh Allah menunaikan sejumlah amal, baik yang bersifat individual maupun kolektif. Perhatikanlah shalat yang menjadi tiang agama, kewajibannya melekatkan secara individual kepada setiap muslim akan tetapi dituntunkan untuk berjamaah karena akan mendatangkan kebaikan yang berlipat ganda.

Jika kewajiban individual saja menjadi lebih kondusif apabila disertai dengan kebersamaan, apalagi kewajiban dalam amal islami yang jelas-jelas dalam bentuk kolektif. Amal islami memerlukan ta'awun atau tolong-menolong dalam aplikasinya. Untuk bisa membentuk kebersamaan yang memungkinkan adanya proses ta'awun dalam kebaikan, diperlukanlah tarbiyah.

Penyiapan Akhwat Muslimah adalah Darurat dan Bagian Tuntutan Zaman
Gencarnya gugatan terhadap kemapamanan pemikiran Islam selama ini, oleh berbagai kalangan yang menghendaki liberalisasi. Nash-nash tentang perempuan yang dibongkarpaksakan oleh ide pembebasan perempuan, telah menjadi salah kaprah dalam aplikasinya. Gerakan yang semula bertujuan memuliakan perempuan, telah lancang menganulir wilayah agama, bukan pada pemahamannya, akan tetapi dari segi posisi dan esensi ajarannya. Di sisi lain, banyak kaum perempuan dijadikan korban eksploitasi kapitalistik, menjadi bahan iklan, promosi, bahkan ikon parawisata dan devisa negara. Pada akhirnya posisi kaum perempuan terpinggirkan menjadi sekedar hiasan dan promosi, bukan menjadi pelaku pembangunan yang memiliki kesadaran aktif dalam kontribusi.

Di sinilah pentingnya para akhwat Muslimah melakukan pembelaan terhadap kemurnian ajaran syariat Islam. Para akhwat harus disiapkan dengan kegiatan tarbiyah yang terprogram, untuk menjadikan mereka pelaku dakwah, pelaku pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.

Mempersiapkan Generasi Masa Mendatang yang Shaleh Mengharuskan Para Ibu yang Shalehah
Proses pewarisan nilai kepada generasi baru, senantiasa memerlukan kesalehan pelakunya. Artinya, untuk melahirkan sebuah generasi yang unggul dan berkualitas, memerlukan sosok ibu yang berkualitas pula. Para ibu inilah yang akan sanggup melakukan pewarisan nilai-nilai kebaikan secara generatif kepada anak-anaknya.

Kenakalan bukan lagi melibatkan pemuda atau remaja. Kini, anak-anak telah dilibatkan atau terlibat dalam sejumlah kejahatan. dimanakah peran para pendidik generasi dalam kejadian kejahatan oleh anak-anak atau remaja tersebut? 

Ibu yang mengandung dan melahirkan, adalah pihak yang amat dekat secara emosional dengan anak-anak. Maka peran tarbiyah menjadi sangat berarti dalam masalah ini, untuk mempersiapkan para ibu agar memahami kewajiban dan tanggungjawabnya terhadap masa depan bangsa, lewat pendidikan generasi.

Baiklah, cukup sampai disini dulu yak. InsyaAllah akan ada lanjutan di sesi 2. hehe. Jika ingin membacanya lebih lengkap lagi, ayoo segera beli bukunya yak.. Wallahua'lam.. Semoga Bermanfaat.



Senin, 09 November 2015

Sejauh Mana Al Qur'an itu ada di Hati?


Anomali kehidupan modern, kini tidak lagi sesuai dengan esensinya. Begitu banyak gedung-gedung tinggi menjulang, namun kedermawanan semakin rendah; jalan-jalan semakin lebar, namun kesabaran di dalam hati semakin sempit. Begitulah kehidupan di zaman ini, berputar mengikuti arus syahwat manusia yang mulai tergerus dan memudar dari agama. Terbawa arus deras oleh ideologi-ideologi manusia yang kurang memiliki ilmu dan akal. Tidak lagi kokoh pijakannya, dan tidak lagi kuat genggamannya. Semua begitu mudah ia lepas, padahal Islam tidak akan pernah melepaskannya.

Selayaknyalah kita sebagai umat Islam, harus mengokohkan pijakan kita, menguatkan genggaman kita agar tidak mudah terbawa oleh arus syahwat kita sendiri. Bersyukurlah atas kasih sayang yang diberikan oleh Allah SWT, karena Ia telah menjaga umatnya melalui surat-surat cintaNya. Dengan itu kita dapat berdiri kokoh, dan dengan itu kita bisa melawan kemungkaran. Nabi Muhammad SAW bersabda:

(تَرَكـْتُ فِـيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّـكْتُمْ بِهِماَ كِـتَابَ اللهِ وَ سُـنَّةَ نَبِيِّهِ (رواه مالك

“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. (HR. Malik)

Allah SWT berfirman:


إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ


"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya" (QS. Al Hijr: 9)

Inilah Al Qur'an, sebuah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi SAW yang umi, tidak dapat membaca dan menulis. Al Qur'an merupakan mukjizat Nabi SAW yang sangat berharga bagi umat Islam terdahulu, sekarang, hingga akhir nanti. 

wah,, panjang yak pendahuluannya. hehe.. baiklah, kita lanjutkan. Hari ini mutiara yang ingin saya kutip adalah dari sebuah buku yang sangat menginspirasi saya sampai sekarang ini, bahkan semoga sampai nanti ketika membina rumah tangga *ehem. Sebuah buku yang menceritakan kisah rumah tangga yang berjalan atas nama dakwah. Melahirkan anak-anak penghafal Al Qur'an. Mendahulukan ilmu ukhrawi dibandingkan ilmu duniawi, karena sepasang insan ini memliki keyakinan bahwa ketika anak-anaknya mengejar akhirat maka dunia pun akan mengikutinya. Penasaran dengan prestasi-prestasi buah hati mereka? nanti akan saya ceritakan dengan singkat yah.. 


Kisah mereka dapat kawan-kawan baca di dalam buku "10 Bersaudara Bintang Al Qur'an" namun gak apa lah ya saya ceritakan sedikit mutiara-mutiara yang akan saya kutip di blog ini. Nama pasangan ini ialah H. Mutamimul 'Ula dan Dra. Hj. Wirianingsih, mereka berkeyakinan bahwa Al Qur'an adalah penyembuh bagi duka lara kehidupan sehingga mereka dapat membawa putra-putrinya menuju kepada keberhasilan. Semua buah hatinya menjadi penghafal Qur'an yang tidak hanya cerdas secara ukhrawi, tetapi juga cerdas secara duniawi. 

Putra-putri pasangan ini berjumlah sebelas orang; tujuh laki-laki dan empat perempuan, seluruhnya mengawali masa kanak-kanak mereka dengan bergaul secara intensif bersama Al Qur'an. Mereka merancang sendiri kurikulum berbasis Al Qur'an untuk kehidupan anak-anaknya, hingga mereka berhasil membesarkan anak-anak mereka tumbuh menjadi pemuda pemudi yang istimewa. Al Qur'an tumbuh di hati mereka. Mewarnai kecerdasan pemikiran dan kebersihan akhlak mereka.

Afzalurahman putra pertama, hafal Al Qur'an pada usia 13 tahun, Juara 1 MTQ Putra Pelajar SMU se-Solo, Kuliah di ITB dengan jurusan Geofisika. Ketua Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB dan terpilih sebagai peserta Pertamina Youth Programme 2007.

Faris Jihady Hanifa, hafal Al Qur'an pada usia 10 tahun dengan predikat mumtaz. Kuliah di Fakultas Syariat LIPIA. Peraih juara 1 lomba tahfidz Al Qur'an yang diselenggarakan oleh kerajaan Saudi Arabia di Jakarta Tahun 2003, Juara Olimpiade IPS tingkat SMA yang diselenggarakan UNJ tahun 2004, dan pernah menjabat sebagai Sekum KAMMI Jakarta.

Putri Ketiga Maryam Qonitat, hafal Al Qur'an sejak usia 16 tahun. Kuliah di Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar Kairo. Pelajar teladan dan lulusan terbaik di Pesantren Khatimah tahun 2006. 

Afifah, adiknya seorang mahasiswa Fakultas Hukum UI. Memyelesaikan hafalan 29 juz saat lulusan SMA. Dan yang paling teristimewa adalah putra kedelapan, yaitu Muhammad Syaihul Basyir, menyelesaikan hafalan saat lulus SD. 

itulah prestasi-prestasi dari beberapa putra-putri dari H. Mutamimul 'Ula dan Dra. Hj. Wirianingsih. Sangat menginspirasi dan membuat diri bercermin, sudah sejauh mana Al Qur'an itu berada di hati. Ya Allah, inilah aku yang fakir. Begitu mudah terbawa arus peradaban yang mulai jauh dari agamaMu.

Selagi nyawa masih berada di jasad, semua belum terlambat kawan. Mari kembali hadirkan azzam itu, mari kembali hadirkan rasa cinta, tunduk dan harap hanya kepada Allah SWT. 
karena Nabi SAW bersabda:
" Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur'an dan mengajarkannya" (HR. Al Bukhari dan Muslim)

kemudian,
"Sesungguhnya Allah memiliki keluarga di antara manusia. Para sahabat bertanya, 'siapakah mereka ya RAsulullah?' Rasul menjawab, 'Para ahli Al Qur'an, merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihanNya'" (HR. Ahmad)

bukan hanya nikmat atas diri sendiri, namun orangtua pun juga mendapat kemuliaan.
"Siapa yang membaca Al Qur'an, mempelajarinya, dan mengamalkannya. akan dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orangtuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didaptkan di dunia. Keduanya bertanya, 'Mengapa kami dipakaikan jubah ini?' di jawab, 'karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur'an'" (HR. Al Hakim)

Kiat Sukses Menghafal Al Qur'an
  • Bacaan Al Qur'an yang benar, makhraj dan hukum-hukumnya
  • Niat yang ikhlas dan pemahaman akan fadilah yang benar
  • Menjauhi kemaksiatan dan dosa
  • Memanfaatkan masa muda 
  • Memanfaatkan waktu efektif dan waktu luang
  • Memilih tempat yang tepat untuk menghafal
  • Motivasi diri yang kuat dan tekad yang benar
  • Mengoptimalkan seluruh indra
  • Menggunakan satu mushaf saja, jangan berganti-ganti
  • Melalu melakukan perbaikan pada bacaan
  • Selalu Muroja'ah
Wallahu a'lam, semoga bermanfaat

Minggu, 08 November 2015

Pahlawan Hati

Disela kerinduannya, mama tidak pernah luput menceritakan kesetiaan seorang pria terhebat didalam hidupku..

Di saat aku masih dalam buaian, kau rela mengambil alih semua pekerjaan rumah, mencuci piring, menyapu rumah bahkan mencuci pakaian pun akan engkau lakukan, agar mama dapat fokus menimangku. Padahal tugas kantormu tidak pernah putus engkau bawa silih berganti ke rumah dengan gajimu yang belum seberapa.
Di lelap tidurku saat ku masih dalam buaian, kau rela tidak tidur untuk menjagaku dari gigitan nyamuk. Dan mama bilang, jika ada seekor nyamuk yang lolos menghisap darahku kau tak akan pernah putus asa untuk mencarinya sampai dapat, sambil berkata "aku gak akan pernah rela kau menghisap darah anakku"

Saat aku mulai senang bermain, mama selalu kau beri pesan sebelum pergi ke kantor agar tidak membiarkan aku barmain keluar rumah, karena engkau tidak mau aku terluka ketika aku jatuh. Tapi ayah aku tetap merengek kepada mama untuk meminta keluar. Saat aku sudah mulai pandai membaca, engkaulah yg memperkenalkan aku kepada Al Qur'an. Masihku ingat, Al Qur'an yang kau beri kepadaku bersampul emas berkilat. Agar aku senang membaca dan membawanya ke madrasah.

Ayah, badanmu yang tinggi tegap dan berwibawa dengan wajah datar membuat teman laki-laki disekolahku begitu segan dan sungkan kepadamu. Sehingga mereka berpikir ulang untuk bermain ke rumah. Aku sangat senang dengan hal ini ayah. Padahal hatimu begitu lembut.

Ayah, engkau adalah laki-laki yang tegar. Aku tak pernh melihat engkau marah kepada Allah atas penyakit yang kau derita hingga Allah mengambil dahulu 2 jari kakimu 4 tahun lalu. Semoga Allah menghapus dosa-dosamu dari penyakit yang kau derita ayah.

Engkau memang laki-laki yang tegar ayah, dengan terpapah-papah engkau mampu menyelesaikan ibadah hajimu tanpa terpaksa. melangkah dengzn 8 jari kaki dengzn kondisi luka basah aku rasa sangat sulit ayah. Semogz Allah menerima amal ibadah hajimu.

Ayah, aku masih sangat bersyukur kepada Allah, karena telah memberikan kesempatan kepadaku berada disampingmu untuk menuntunmu mengucapkan kalimat tauhid ketika engkau menghadapi sakratul maut.

Ayah, engkau begitu tenang dalam menjalankan prosesnya. dengan nafas yg sedikit-sedikit engkau masih menatapku ingin memberi pesan bahwa engkau akan permisi untuk pulang dahulu.
Dan sekecup cium dan peluk saat itu, aku rasa akan menjadi kenangan terakhir untukku.
Ayah, saat kain kafan itu membalutmu, engkau terlihat begitu tampan ayah. Semoga Allah selalu merahmatimu

Sabtu, 07 November 2015

URGENSI MUSLIMAH BASIC SKILL

Kenapa Muslimah Butuh SKILL? Karena skill itu mempermudah Muslimah memainkan perannya. “Didiklah wanita memintal benang dan menenun serta menjahit pakaian” (Abu A’la Al-Mu’ari). Menanggapi syair itu, Imam Hasan Al-Banna menganggapi bahwa wanita jangan dibebani hal-hal seperti itu. Artinya SKILL utama yang harus dimiliki seorang Muslimah adalah mengatur rumah tangga dan mendidik anak. 


Mengatur Rumah Tangga Tugasnya, antara lain:
  1. Memasak 
  2. Mengelola keuangan 
  3. Keterampilan Sosial  
Pendidikan Anak

Bukan sesuatu yang mudah dan sederhana yang hanya bisa mengandalkan “akan mengalir dan bisa dengan sendirinya” TAPI, butuh kerja keras sejak SEKARANG!, seperti misalnya:
  1. Pendidikan spiritual 
  2. Pendidikan intelektual 
  3. Pendidikan perasaan 
  4. Pendidikan moral 
  5. Pendidikan kesehatan dan kebersihan 
  6. Pendidikan kedisiplinan dan kemandirian
Beberapa manfaat memiliki basic life skills atau pengembangan diri dengan pengembangan diri:
  1. Memiliki standar evaluasi hidup 
  2. Memiliki focus dan keterarahan 
  3. Dapat menerapkan prinsip efisiensi, efektifitas dan optimalisasi 
Dakwah tidak hanya butuh pemahaman, tapi kita juga butuh skill untuk mempermudah dakwah. Keterampilan Khusus itu Unik, membutuhkan Kreativitas dan kecerdasan otak Kanan, maka akan muncul
  1. Inovasi
  2. Keteladanan
  3. Pelebaran Sayap Dakwah
  4. Perluasan kebermanfaatan